--> Skip to main content
Pelajar Koding

follow us

Mengungkap Makna di Balik Puisi-Puisi Karya Taufik Ismail

Puisi Karya Taufik Ismail – Siapa yang tidak mengenal sosok aktivis, sastrawan dan penyair terkenal bernama Taufik ismail?


Puisi-puisi sang pujangga, selalu memiliki pesan-pesan moral yang mendalam.


Taufik Ismail tumbuh dalam keluarga guru dan wartawan yang suka membaca, sehingga tidak heran jika ia telah bercita-cita menjadi seorang sastrawan sejak masih duduk di bangku SMA.


Selain menjadi sastrawan, ia juga menjadi dokter hewan dan ahli peternakan karena ingin memiliki bisnis peternakan guna menafkahi cita-cita kesastraannya.


Bagaimana?


Begitu menarik bukan sosok sang pujangga?


Pada artikel ini kita akan mengulas tentang makna di balik beberapa puisi karya beliau yang syarat akan makna dan pesan kehidupan.


[lwptoc skipHeadingLevel=”h2″]



Puisi Karya Taufik Ismail Singkat Paling Terkenal


Beberapa puisi yang akan kita bahas antara lain :


Kerendahan Hati


Kalau engkau tak mampu menjadi beringin

Yang tegak di puncak bukit

Jadilah belukar, tetapi belukar yang baik,

Yang tumbuh di tepi danau


Kalau kamu tak sanggup menjadi belukar,

Jadilah saja rumput, tetapi rumput yang

Memperkuat tanggul pinggiran jalan

Kalau engkau tak mampu menjadi jalan raya

Jadilah saja jalan kecil,

Tetapi jalan setapak yang

Membawa orang ke mata air

Tidaklah semua menjadi kapten

Tentu harus ada awak kapalnya….

Bukan besar kecilnya tugas yang menjadikan tinggi

Rendahnya nilai dirimu

Jadilah saja dirimu….

Sebaik-baiknya dari dirimu sendiri


Puisi tersebut bertema tentang kerendahan hati yang dimiliki oleh seseorang.


Pada kalimat “Yang tegak di puncak bukit” kita dapat melihat bahwa penulis menggunakan citraan penglihatan, dimana penulis seolah-olah melihat dan mempengaruhi pembaca untuk seolah-olah melihat sesuatu yang tegak di puncak bukit.


Pada kalimat “Jalan setapak yang membawa orang ke mata air” penulis menggunakan majas personifikasi, yaitu jenis majas yang membuat benda mati seolah-olah hidup.


Pada kalimat “menjadi jalan raya” penulis menggunakan majas metafora, yaitu jenis majas perumpamaan.


Pada kalimat “menjadi jalan raya” penulis menggunakan majas hiperbola, penulis menyampaikan sesuatu secara berlebihan.


Puisi tersebut dituliskan dengan tujuan dan amanat untuk mengajak seseorang agar selalu bersikap rendah hati dan tidak sombong, serta menjadikan hidup yang lebih bermanfaat untuk orang lain.


Dalam kehidupan sehari-hari, kita tidak akan terlepas dari peranan orang lain sehingga sangat penting untuk kita agar bersikap rendah hati.


Dengan Puisi, Aku


Dengan puisi aku bernyanyi

Sampai senja umurku nanti

Dengan puisi aku bercinta

Berbatas cakrawala

Dengan puisi aku mengenang

Keabadian Yang Akan Datang

Dengan puisi aku menangis

Jarum waktu bila kejam mengiris

Dengan puisi aku mengutuk

Nafas zaman yang busuk

Dengan puisi aku berdoa

Perkenankanlah kiranya


Pada puisi di atas penulis mencoba menyampaikan tentang kegunaan puisi, penulis berusaha menggambarkan curahan hatinya pada puisinya.


Dengan berpuisi, penulis menuangkan segala suasana hatinya hingga segala peristiwa yang dialaminya.


Pada puisi di atas, penulis tidak lupa menyampaikan nasihat bahwa kita harus terus berkarya, memperdulikan lingkungan sekitar kita, serta mengajak untuk sejenak merenungkan diri dan terus berdoa.


Puisi ini memiliki unsur tentang kemanusiaan yang sangat kental.


Penulis berusaha menceritakan keyakinannya bahwa manusia memiliki martabat yang tinggi, oleh karena itu manusia harus dihargai.


Karangan Bunga


Tiga anak kecil

Dalam langkah malu-malu

Datang ke salemba

Sore itu.


“Ini dari kami bertiga

Pita hitam pada karangan bunga

Sebab kami ikut berduka

Bagi kakak yang ditembak mati

Siang tadi


Puisi di atas bertema tentang kepahlawanan.


Hal tersebut didasari bahwa puisi dituliskan sang pujangga sebagai gambaran kejadian setelah terjadinya peristiwa penembakan terhadap seorang mahasiswa Universitas Indonesia, oleh pasukan Tjakrabirawa.


Kejadian tersebut lantas mengundang simpati dan duka seluruh rakyat Indonesia, bahkan simpati dari mereka yang tak paham akan apa yang terjadi dibalik demonstrasi tersebut yang digambarkan Taufiq dengan sosok ‘Tiga anak kecil’ yang masih lugu dan ‘malu-malu’.


Karangan bunga berpita hitam yang mereka bawa sebagai lambang suasana berkabung dan duka.


Di dalam puisi, penulis juga menyampaikan amanat agar kita hendaknya mengingat dan mengenang jasa para pahlawan yang telah rela berkorban untuk Negara kita.


Membaca Tanda-Tanda


Ada sesuatu yang rasanya mulai lepas dari tangan

dan meluncur lewat sela-sela jari kita


Ada sesuatu yang mulanya tidak begitu jelas

tapi kita kini mulai merindukannya


Kita saksikan udara abu-abu warnanya

Kita saksikan air danau yang semakin surut jadinya

Burung-burung kecil tak lagi berkicau pergi hari


Hutan kehilangan ranting

Ranting kehilangan daun

Daun kehilangan dahan

Dahan kehilangan hutan


Kita saksikan zat asam didesak asam arang dan karbon dioksid itu menggilas paru-paru


Kita saksikan

Gunung membawa abu

Abu membawa batu

Batu membawa lindu

Lindu membawa longsor

Longsor membawa air

Air membawa banjir

Banjir air mata


Kita telah saksikan seribu tanda-tanda

Bisakah kita membaca tanda-tanda?


Allah

Kami telah membaca gempa

Kami telah disapu banjir

Kami telah dihalau api dan hama

Kami telah dihujani api dan batu

Allah

Ampunilah dosa-dosa kami


Beri kami kearifan membaca tanda-tanda


Karena ada sesuatu yang rasanya mulai lepas dari tangan

akan meluncur lewat sela-sela jari


Karena ada sesuatu yang mulanya tak begitu jelas

tapi kini kami mulai merindukannya


Dalam puisi di atas, penulis mengajak pembaca untuk mencoba melihat, membaca dan memahami tanda-tanda yang alam berikan di sekitar kita.


Pembaca diajak agar sadar dengan perubahan alam yang terjadi dimana alam yang dulunya asri, indah dan nyaman, kini menjadi rusak oleh tangan manusia.


Penulis juga mengungkapkan kerinduannya dengan keindahan alam yang dahulu.


Di dalam puisi, kita juga dapat menemukan ungkapan kekesalan yang dirasakan penulisnya.


Penulis juga memberi amanat agar kita lebih peduli dengan gejala-gejala alam yang sering terjadi serta memahami arti penting menjaga lingkungan.


Bagaimana?


Sangat indah dan penuh makna kehidupan bukan beberapa puisi karya sang pujangga Taufik Ismail di atas?


Pada dasarnya puisi memang digunakan sebagai media penyampai pesan, sehingga tidak heran jika penulis menyampaikan amanat-amanat yang mendalam dan berkaitan dengan kehidupan kita.


Sikap rendah hati, mengingat jasa pahlawan serta membaca tanda-tanda alam dapat menjadi renungan tersendiri dalam diri kita.



Sumber er.com

You Might Also Like:

Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar