Penulis: Siti Wulandari Mahasiswa FISIP-Hubungan Internasional Univ. Prof. Dr. Moestopo (Beragama) (30 Juni 2012) BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Pada era Perang Dunia II, kawasan Eritrea diduduki oleh Inggris. Namun, paska Perang Dunia II selsai, Inggris selaku Negara yang sedang menduduki Eritrea diminta oleh PBB untuk menyerahkan Eritrea kepada Ethiopia. Ethiopia mendapatkan keputusan PBB tersebut. Tetapi Eritrea tidak sepaham dengan keputusan tersebut, alasannya Eritrea menilai keputusan tersebut merugikan dan Ethiopia dianggap sebagai penjajah baru. Sehingga rakyat Eritrea mulai melakukan perlawanan dan pemberontakan sejak tahun 1962 sampai hasilnya merdeka melalui referendum pada tahun 1993. Sejak itu, baik Eritrea maupun Ethiopia menjadi masing-masing Negara yang merdeka dan berdaulat di daerah Afrika dengan nama State of Eritrea (Eritrea) dan Federal Democratic Republic of Ethiopia (Ethiopia). Namun, paska kemerdekaan Eritrea tersebut relasi kedua Negara memburuk baik dari sisi ekonomi, diplomatik, kependudukan, maupun dari sisi kewilayahan. Bahkan, paska kemerdekaan Eritrea kedua Negara sudah membentuk komisi bersama untuk menentukan status resmi dari daerah-daerah di perbatasan kedua Negara yang menjadi persengketaan utama. Namun, komisi ini gagal untuk menuntaskan duduk perkara kawasan yang disengketakan oleh kedua Negara. Puncak ketegangan antara kedua Negara terjadi dikala Eritrea dan Ethiopia terlibat dalam perang terbuka yang berlangsung semenjak tahun 1998. Perang terbuka tersebut terjadi balasan perebutan wilayah perbatasan di antara keduanya. Dalam perang terbuka tersebut, masing-masing pihak mengerahkan ratusan ribu prajurit dan persenjataan-persenjataannya yang paling mutakhir. Akibat perang ini kedua Negara kehilangan ratusan ribu nyawa warga negaranya. Hingga kesudahannya, perang terbuka antara Eritrea dan Ethiopia tersebut dapat diakhiri pada tahun 2000. Di sini, penulis berupaya memaparkan prosedur resolusi pertentangan yang diupayakan untuk menanggulangi konflik perebutan kawasan yang terjadi antara Eritrea dan Ethiopia dalam makalah yang berjudul “Resolusi Konflik Perebutan Wilayah Eritrea - Ethiopia (1998-2000). 2. Perumusan Masalah Konflik yang terjadi antara Eritrea dan Ethiopia bahu-membahu telah berlangsung semenjak Eritrea meraih kemerdekaannya pada tahun 1991. Di antara kedua Negara timbul benih-benih konflik dan ketegangan-ketegangan. Puncak ketegangan antara kedua Negara terjadi saat memperebutkan kawasan perbatasan yang menjadikan terjadinya perang terbuka yang meletus pada tahun 1998. Dalam pertempuran tersebut, baik Eritrea maupun Ethiopia mengerahakan kekuatan militernya secara maksimal dan memakai perlengkapan militernya yang tercanggih yang dimiliki. Perang tersebut menimbulkan kerugian yang besar secara ekonomi dan melayangnya ratusan ribu jiwa penduduk. Hingga akibatnya perang tersebut mampu diakhiri pada tahun 2000. Melihat fenomena pertentangan tersebut, dalam makalah ini penulis berupaya memaparkan dan menjelaskan Bagaimana resolusi pertentangan yang diupayakan untuk menyelesaikan konflik perbatasan antara Eritrea dan Ethiopia yang terjadi pada tahun 1998-2000 ? 3. Tinjauan Pustaka 1. J. Abbink. African Affairs: “Briefing: The Eritrean-Ethiopian Border Dispute.” 1998. Hal. 551 – 565. Dalam jurnalnya Abbink lebih memfokuskan penelitiannya pada akibat yang ditimbulkan sesudah pertentangan perebutan kawasan yang terjadi antara Eritrea dan Ethiopia. Di mana, Ia menerangkan bahwa kerugian-kerugian yang timbul balasan pertentangan tersebut yakni a) hilangnya banyak nyawa b) rusaknya tata cara ekonomi, berkurangnya investasi gila, menurunnya pembangunan ekonomi di masing-masing daerahnya, c) melemahnya posisi Eritrea dan Ethiopia di tempat Afrika, d) terdapat perbedaan pertimbangan internal yang mencolok perihal status daerah yang sedang diperebutkan, e) terjadinya ketidakstabilan dan meningkatnya tingkat represi dari kedua negara, f) duduk perkara politik selama konflik berlangsung. Pemimpin yang tidak memiliki tanggung jawab dan tidak memiliki semangat demokrasi kadang-kadang tidak akan menerima pemberian dari kekuatan dunia dan masyarakatnya. Sedangkan observasi yang sedang dirumuskan oleh penulis ini akan membicarakan perihal proses dan hasil dari upaya resolusi pertentangan menuntaskan konflik yang terjadi antara Eritrea dan Ethiopa. 2. Abebe Zegeye and Melakou Tegegn. The Post-War Border Dispute Between Ethiopia and Eritrea on the Brink of Another War? Klaim dan kontra klaim yang terjadi antara Eritrea dan Ethiopia atas wilayah-daerah di negara mereka ialah akar dari konflik dan pertempuran yang terjadi di antara keduanya. Dalam tulisan ini, peneliti berupaya menggali dan melaksanakan observasi krisis terhadap klaim yang dibuat oleh pemerintah Eritrea dan Ethiopia. Pengamatan ini dijalankan dengan melakukan evaluasi terhadap validitas klaim masing-masing negara. Pengamatan dan penilaian ini akan mencoba menggambarkan kelemahan dan kekuatan masing-masing pihak. Dari hasil penelitian tersebut, diupayakan ada penyelesaian dan usulan alternatif wacana cara penyelesaian pertentangan Eritrea – Ethiopia. Jika Zegeye dan Telakou memfokuskan penelitiannya pada klaim wilayah yang dilaksanakan oleh Eritrea dan Ethiopia yang menjadi akar persoalan konflik di antara keduanya, maka penulis menjajal membedah dan menganalisa tentang proses resolusi konflik beserta keputusan yang dihasilkan dari upaya resolusi pertentangan yang dijalankan. 3. Richard Akresh, et. Al. WB and BREAD Discussion Paper: “ Wars and Child Health: Evidence from the Eritrean –Ethiopian Conflict.” March 2011. Germany: IZA. Dalam penelitian Richard ini, Ia bareng tim peneliti yang lain mencoba melaksanakan penelitian kepada pertentangan antar negara. Di sini, Ia meneliti pertentangan yang terjadi antara Eritrea dan Ethiopia untuk mengukur pengaruh pertentangan terjadap kesehatan anak-anak di kedua negara. Penelitian ini tentu sangat berlainan dengan rumusan penelitian penulis sekarang meskipun mempunyai latar yang sama dengan pimpinan. Karena di sini penulis cuma akan memfokuskan relasi antar Pemerintah Eritrea dan Ethiopia yang sedang berkonflik dengan para bintang film-bintang film di daerah Afrika yang sudah beberapa kali menjadi perantara dalam penyelesaian problem. Penulis pun kini berupaya melacak bagaimana upaya resolusi pertentangan yang digunakan dalam solusi persoalan Timor Timur. 4. Lineke Westerveld Sassen. The Impact of The Eritrean-Ethiopian Border Conflict on The Children in Eritrea; The Role of Protective Factors. 8 Maret 2005. Artikel yang ditulis oleh Westerveld ini Artikel ini menjelaskan suatu observasi ihwal imbas perang terhadap belum dewasa Eritrea yang tinggal di daerah terlantar di Kamp daerah Gash Barka. Penelitian ini mencoba melakukan evaluasi terhadap keperluan psikososial dan kemungkinan terjadinya tertekan traumatik terhadap bawah umur dalam kondisi konflik. Meskipun artikel ini membicarakan perihal pertentangan perebutan daerah yang dilaksanakan oleh Eritrea dan Ethiopia, tetapi Ia lebih memfokuskan tulisannya pada efek secara psikologis yang dialami oleh bawah umur pada kurun konflik. Hal ini tentu berbeda dengan pembahasan yang mau dijalankan penulis perihal upaya resolusi konflik yang diupayakan dalam pertentangan Eritrea dengan Ethiopia pada tahun 1998 hingga tahun 2000. 4. Kerangka Teori a. Definisi Konseptual 1) Konflik Konflik merupakan perselisihan yang terjadi antara paling tidak oleh dua pihak, di mana kebutuhan keduanya tidak mampu dipenuhi dengan sumber daya yang sama pada ketika yang bersamaan. Kondisi ini ialah sebuah kondisi ketidakcocokkan (incompatibility) . Posisi kedua pihak juga tidak cocok satu sama lain. Di mana ada bentuk-bentuk kelangkaan yang terjadi di antara kedua pihak tersebut. (Wallensteen, 2002: 15) Ketidakcocokkan yang terjadi antar pemain drama ialah akar dari terjadinya konflik. Konflik yang terjadi antar negara-negara yang berdaulat ini tidak dapat dihindari. Hal ini dikarenakan oleh, masing-masing negara tersebut berupaya menyiapkan diri untuk bertahan dari serangan yang mungkin saja terjadi untuk melindungi kelangsungan hidup diri mereka. (Wallensteen, 2002: 15) Ketidakpastian dalam metode (relasi internasional) ini juga akan menyebabkan panik yang kemudian akan berujung pada konflik. Sehingga ada tiga bagian utama yang menyebabkan terjadinya pertentangan ialah adanya ketidakcocokkan (incompatibility) antar aktor (actor) yang menimbulkan aktor-bintang film tersebut bertikai atau berkonflik (action) . (Wallensteen, 2002: 16) 2) Resolusi Konflik Resolusi pertentangan ialah suatu kondisi di mana pihak-pihak yang berkonflik melakukan suatu perjanjian (agreement) yang mampu memecahkan ketidakcocokkan (incompatibility ) utama di antara mereka, mendapatkan keberadaan satu sama lain sebagai dan menghentikan tindakan kekerasan satu sama lain. Resolusi pertentangan ini merupakan suatu kondisi yang senantiasa timbul setelah konfliknya terjadi. (Wallensteen, 2002: 8) Resolusi konflik ini merupakan suatu upaya perumusan kembali suatu penyelesaian atas pertentangan yang terjadi untuk meraih akad gres yang lebih diterima oleh pihak-pihak yang berkonflik. (Wallensteen, 2002: 111) Perjanjian yang dilakukan dalam resolusi pertentangan ini lazimnya merupakan sebuah pemahaman resmi, di mana sebuah dokumen yang dihasilkan ditandatangani oleh pihak-pihak yang berkonflik dalam keadaan yang serius. Namun, persetujuanini mampu bersifat lebih informal, yakni terjadi pemahaman yang implisit di antara mereka. Perjanjian yang seperti itu mungkin terjadi dan disimpan dalam sebuah dolumen diam-diam, misalnya saja, suatu kesepakatanyang dibentuk sebagai prakondisi pengaturan resmi, atau selaku janji antar pihak yang berkonflik secara eksplisit. (Wallensteen, 2002: 8) Masing-masing pihak yang berkonflik mendapatkan eksistensi masing-masing sehabis kontrakdilakukan merupakan sebuah bagian yang penting untuk membedakan antara kesepakatanperdamaian (peace agreement) dan persetujuankapitulasi, namun esensi dari kontrakini adalah untuk mengakhiri partisipasi masing-masing pihak dalam pertentangan. (Wallensteen, 2002: 8) Perumusan penghentian semua tindakan kekerasan yang dikerjakan satu sama lain selama pertentangan berjalan merupakan hal yang paling penting dalam suatu perjanjian hening. Kesepakatan penghentian langkah-langkah kekerasan lazimnya merupakan bab dari perjanjian damai yang dilakukana, namun mampu juga dilakukan secara terpisah. Seringkali, penghentian tindakan kekerasan antara pihak yang berkonflik diumumkan pada saat yang sama saat perjanjian tenang diraih. Dengan demikian, perang sudah selsai dan ancaman terjadinya pembunuhan menyusut. (Wallensteen, 2002: 9) Resolusi konflik tidak senantiasa identik dengan perdamaian. Ada tumpang tindih antara kedua rancangan tersebut. Namun gagasan paling biasa tentang kondisi hening yakni ketiadaan atau berakhirnya perang yang terjadi. Perlu ditegaskan bahwa suatu pertentangan tidak mampu diakhiri sebelum perjuangan bersenjata juga berakhir. Dengan demikian, perdamaian tidak cukup cuma dengan berakhirnya peperangan dan pertempuran. Resolusi pertentangan ini lebih terhadap definisi atau keadaan hening yang terbatas. (Wallensteen, 2002: 10) Perjanjian resolusi konflik kepentingan antar bintang film merupakan sebuah hal yang kompleks. Perjanjian tenang yang dihasilkan dalam resolusi pertentangan tersebut merujuk pada suasana di mana pihak-pihak yang berseteru mendapatkan satu sama lain selaku satu janji bareng . Ini bermakna tidak ada pihak yang mengungguli dan menerima keseluruhan kepentingan yang dikehendaki, dan tidak ada pihak yang merasa kalah dan kehilangan seluruh kepentingan yang diperlukan. (Wallensteen, 2002: 9) Salah satu dari tujuh mekanisme mengatasi ketidakcocokkan antar pemeran yang berkonflik ialah prosedur resolusi konflik. Di mana mekanisme penyelesaian pertentangan ini diserahkan dari tingkat politik ke tingkat hukum dan dengan demikian para pihak yang bersengketa diperlakukan sesuai hak dan kewajibannya dan tidak menciptakan solusi konfliknya sendiri. (Correl, 1999: 33-34) Mekanisme resolusi konflik di tingkat hukum dilaksanakan dengan mekanisme ad hoc , di mana upaya resolusi konflik tersebut dibawa ke pengadilan arbitrasi. Di dalam sidang arbitrasi ini, pihak-pihak yang berkonflik berkomitmen untuk mendapatkan apa pun hasil keputusan pengadilan sebagai bentuk resolusi konflik yang diraih. (Wallensteen, 2002: 111) b. Kerangka Teori Gambar 1. Kerangka Berpikir Penulis Perang antar Negara atau Interstate War merupakan peperangan yang dikerjakan oleh dua Negara atau lebih. Ada beberapa aspek yang mengakibatkan perang antar negara ini terjadi. Namun, dalam penelitian ini, penulis menghalangi aspek yang menjadi penyebab perang antar negara pada faktor geopolitik dan kapitalpolitik. Konflik geopolitik ialah kondisi di mana terjadi klaim dan perebutan sebuah daerah yang dianggap penting bagi pihak-pihak yang memperebutkan wilayah tersebut sehingga menjadikan pertempuran atau konflik bersenjata yang serius di antara mereka. Suatu kawasan tertentu dianggap selaku kawasan yang sangat penting sehingga control atas kawasan tersebut juga memiliki arti control atas seluruh benua atau bahkan control atas seluruh dunia. Dapat ditarik kesimpulan bahwa geopolitik berkaitan dengan perhatian pada suatu kawasan dengan kepentingan tertentu di dalamnya. (Wallensteen, 2002: 95) Dalam kapitalpolitik isu ekonomi merupakan informasi yang sentral dan utama, info ekonomi ini misalnya harga minyak, jalur-jalur pipa gas, rute transportasi, hubungan antara si kaya dan si miskin, penghasil barang-barang industry dan non industry. Isu ekonomi ini menjadi gosip yang paling mendasar dalam membentuk pola pertentangan yang terjadi. (Wallensteen, 2002: 96) Adapun indikator-indikator dalam proses resolusi konflik ialah: 1. Adanya perjanjian yang dilakukan oleh pihak-pihak yang berkonflik, yang merupakan sebuah perjanjian hening “peace agreement”; 2. Perjanjian yang dibuat digunakan untuk memecahkan ketidakcocokkan utama antara pihak-pihak yang berkonflik; 3. Pihak-pihak yang berkonflik mendapatkan keberadaan satu sama lain sesudah perjanjian hening dicapai; 4. Pihak-pihak yang berkonflik menghentikan langkah-langkah kekerasan yang mereka lakukan sebelumnya, selaku suatu bentuk perdamaian yang dihasilkan dari proses resolusi konflik yang dikerjakan. Konsep-konsep dan teori-teori inilah yang akan dioperasionalisasikan dalam membedah dan menganalisa pertentangan perebutan daerah yang terjadi antara Eritrea dan Ethiopia. Konsep dan teori tersebut pula yang hendak menjadi pijakan dalam menaganalisa upaya resolusi konflik yang dijalankan oleh PBB dalam menyelesaikan konflik Eritrea dan Ethiopia. 5. Hipotesis dan asumsi a. Hipotesis Konflik perebuatan wilayah yang terjadi di antara Eritrea dan Ethiopia telah berlangsung semenjak Eritrea menerima kemerdekaannya. Konflik di antara keduanya berganti menuju konflik terbuka pada era 1998-2000, memberikan pertentangan di antara keduanya sudah meraih kematangan (conflict rapeness) . Dalam kondisi tersebut, pihak-pihak yang berkonflik tahu betul ancaman dan kerugian atas konflik dan perang yang terjadi, sehingga akan mempermudah pihak ketiga menjalankan proses mediasi dalam prosedur resolusi pertentangan terhadap Eritrea dan Ethiopia. Melihat kondisi yang demikian, maka resolusi pertentangan yang diupayakan terhadap Eritrea dan Ethiopia semenjak pertengahan tahun 2000 akan menciptakan sebuah perjanjian tenang yang dapat membatasi konflik yang terjadi dan menuju keadaan hening. b. Asumsi Komunitas Internasional (PBB) menerapkan mekanisme resolusi konflik pada Eritrea dan Ethiopia sehabis mengalami kematangan konflik, selaku upaya untuk menyelesaikan konflik perebutan daerah antara kedua pihak. Resolusi pertentangan tersebut dijalankan dengan memakai mekanisme ad hoc, yaitu lewat pengadilan arbitrasi. Dengan demikian, konflik perebutan kawasan antara Eritrea dan Ethiopia mampu diatasi melalui perjanjian damai yang dihasilkan dari pengadilan arbitrasi tersebut. 6. Model analisis RESOLUSI KONFLIK PEREBUTAN WILAYAH ERITREA – ETHIOPIA (1998-2000) Konflik perbatasan yang terjadi di antara Eritrea dan Ethiopia sudah usang terjadi, adalah sejak Eritrea merdeka dari Ethiopia. Konflik yang terjadi di antara keduanya tereskalasi dan menyebabkan terjadinya perang terbuka pada tahun 1998-2000. Ketika perang terbuka berlangsung, perhatian internasional makin meningkat, sehingga komunitas internasional mendorong upaya penyelesaian pertentangan tersebut. Sehingga, dalam makalah ini penulis menjajal membicarakan dan menganalisa solusi konflik tersebut lewat pertanyaan observasi, Bagaimana resolusi konflik yang diupayakan untuk menyelesaikan konflik perbatasan antara Eritrea dan Ethiopia yang terjadi pada tahun 1998-2000 ? Untuk menuntaskan pertentangan perbatasan Eritrea dan Ethiopia maka dijalankan sebuah prosedur Resolusi Konflik, di mana dalam Resolusi Konflik harus tercukupi: Menghormati eksistensi masing-masing; Menghentikan tindakan kekerasan satu sama lain; Perjanjian (Peace Agreement). Perhatian komunitas internasional yang kian meningkat balasan perang terbuka yang terjadi antara Eritrea dan Ethiopia akhir perebutan wilayah, mendorong dilakukannya mekanisme Resolusi Konflik bagi Eritrea dan Ethiopia. Yang tujuannya Eritrea dan Ethiopia dapat menyepakati suatu perjanjian tenang sehingga mau menghentikan tindakan kekerasan dan menghormati keberadaan satu sama lain. 7. Metode Penelitian a. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif di mana observasi ini menggunakan acuan penggambaran kondisi fakta empiris diikuti argumen yang berkaitan. Dari citra fakta dan argument tersebut kemudian dianalisa untuk ditarik sebuah kesimpulan. Penelitian deskriptif ini bermaksud untuk menunjukkan citra tentang fenomena yang sedang diteliti oleh penulis. Dalam penelitian ini penulis mencoba mengumpulkan info wacana pertentangan perebutan wilayah yang terjadi antara Eritrea dan Ethiopia dan proses resolusi konflik yang diupayakan untuk menyelesaikan persoalan tersebut. b. Bentuk Penelitian Penelitian ini merupakan observasi kepustakaan di mana penulis melakukan penelitian kepada objek yang dikaji dengan lewat observasi kepada materi-bahan pustaka ialah dokumen, buku, jurnal ilmiah, laporan observasi, majalah, koran dan sumber-sumber lainnya dari internet. Oleh sebab itu penulis melaksanakan penghimpunan data-data dan sumber informasi yang berhubungan dengan faktor sejarah yang menyebabkan Eritrea dan Ethiopia berkonflik, konflik perebutan kawasan yang semakin memuncak sejak tahun 1998 di Eritrea dan Ethiopia, serta upaya penyelesaian pertentangan antara dua negara tersebut melalui mekanisme resolusi pertentangan. c. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, para penulis menghimpun data-data yang dibutuhkan untuk menyusun penelitian dengan melaksanakan teknik dokumnentasi/kepustakaan yang berarti para penulis mencari sumber-sumber dan mengkaji sumber-sumber isu tersebut untuk kemudiah dibedah dan dianalisa dalam penelitian ini. d. Metode Analisis Dalam melaksanakan analisis data dan sumber-sumber gosip dari bahan tumpuan untuk penelitian ini, penulis menggunakan sistem evaluasi deskriptif-kualitatif. Adapun tata cara analisa deskriptif-kualitatif. Di mana penelitian ini dilaksanakan menurut data-data kualitatif baik dari sumber primer maupun sekunder untuk menerangkan dan menggambarkan upaya resolusi konflik yang diupayakan untuk mengatasi konflik Eritrea dan Ethiopia. 8. Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah 2. Perumusan Masalah 3. Tinjauan Pustaka 4. Kerangka Teori 5. Hipotesis dan Asumsi 6. Model Analisis 7. Metode Penelitian 8. Sistematika Penulisan BAB II OBYEK YANG DITELITI 1. Perang Kemerdekaan Eritrea Menghadapi Ethiopia Di sini, akan dibahas sejarah permulaan dari kedua negara sehingga mampu dimengerti faktor historis yang menjadikan persengketaan kawasan Eritrea dan Ethiopia yang berujung pada pertentangan dan perang terbuka. 2. Konflik Perebutan Wilayah Ethiopia – Eritrea Eritrea dan Ethiopia sudah mengalami sengketa kawasan sejak Eritrea memerdekakan diri dari Ethiopia. Konflik di antara keduanya tereskalasi dan mengakibatkan terjadinya perang terbuka pada tahun 1998-2000. BAB III ANALISIS DAN PEMBAHASAN 1. Resolusi Konflik Peran dan upaya komunitas internasional untuk mendorong dan mengupayakan sebuah solusi bagi konflk Eritrea dan Ethiopia lewat mekanisme resolusi pertentangan yang diupayakan sejak tahun 2000. 2. Perjanjian Damai Eritrea – Ethiopia Di selesai tahun 2000, akibatnya Eritrea dan Ethiopia menyetujui perjanjian hening Aljir yang difasilitasi oleh PBB. Di mana, dalam persidangan yang difasilitasi oleh PBB, ditetapkan pembagian wilayah bagi kedua negara yang saling bersengketa. BAB IV PENUTUP 1. Kesimpulan Hasil dari resolusi pertentangan yang diupayakan untuk Eritrea dan Ethiopia oleh PBB dan Uni Afrika. 2. Rekomendasi Mekanisme resolusi pertentangan yang dapat menyelesaikan konflik Eritrea dan Ethiopia dapat diaplikasikan dan menjadi tumpuan sebagai prosedur penyelesaian suatu problem dan konflik di negara-negara Afrika terutama dan negara-negara lain sesuai dengan kultur kebudayaan masing-masing negara. DAFTAR PUSTAKA Buku ABBINK, J. African Affairs : Briefing: The Eritrean-Ethiopian Border Dispute. 1998. Akresh, Richard. Et. Al. Wars and Child Health: Evidence from the Eritrean-Ethiopian Conflict. March 2011 IZA DP No. 5558 correl, hans 1999. The feasibility of implementing the hague/st. Petersburg centennial recommendations under the UN system’ in Dahlitz (ed.), Peaceful Resolution of major international dispute. Escola de Cultura de Pau dan Agencia Espanola de Cooperacion Internacional. Eritrea. Global IDP. Profile of International Displacement: Ethiopia, Compilation of The Information Available in the Global IDP Database of The Norwegian Refugee Council. 13 Juli 2004. Jenewa. Gray, Christine. The Eritrea/Ethiopia Claims Commission Oversteps ItsBoundaries: A Partial Award? The European Journal of International Law Vol. 17 no.4 © EJIL 2006 Wallensteen, Peter. Understanding Conflict Resolution: War, Peace and the Global System. 2002. London: Sage Publication. Westerveld, Lineke dan Sassen. The impact of the Eritrean-Ethiopian border conflict on the children in Eritrea; the role of protective factors. Zegeye1, Abebe. Et. Al. The Post-war Border Dispute between Ethiopia and Eritrea On the Brink of Another War? . Diakses pada 3 Juni 2012 pukul 21.00 WIB. New York Times. “ Ethiopia to Sign Peace Treaty with Eritrea.” 7 Desember 2000. . Diakses pada 4 Juni 2012 pukul 21.15 WIB. Website Ab, Ghebre. “The Ethiopian – Eritrean Conflict Web Page.” Clermont College, University of Cincinnati. http://www.geocities.com/CollegePark/Quad/6460/hf/98_6/index.html Diakses pada 4 Juni 2012 Pukul 21.00 WIB. Andualem, Abebe. “The Guardian: Ethiopia Says War With Eritrea is Over.” 1 Juni 2000. http://www.guardian.co.uk/world/2000/jun/01/ethiopia . Diakses pada 4 Juni 2012 pukul 21.00 WIB. Shah, Anup. “ Conflict Between Ethiopia and Eritrea.” 20 Desember 2000. http://www.globalissues.org/article/89/conflict-between-ethiopia-and-eritrea . Diakses pada 4 Juni 2012 Pukul 21.00 WIB. Sumbodo, Sudiro. “Konflik Udara Eritrea vs. Ethiopia.” 2006. Jakarta. http://www.sudirodesign.com/index.php?m=news&id=0&hash_token=0&my_keywords=&my_category=&lower_limit=42 . Diakses pada 3 Juni 2012 Pukul 19.00 WIB. Tesfai, Alemseged. The Cause of The Eritrean-Ethiopian Border Conflict. http://www.dehai.org/conflict/analysis/alemsghed1.html . Di saluran pada 4 Juni 2012 pukul 22.15 WIB. “Boundary Dispute” http://wiki.answers.com/Q/What_is_the_definition_for_Boundary_disputes_also_definitional_locational_operational_and_allocational . Di saluran pada 4 Juni 2012 pukul 20.00 WIB. “Ethiopia / Eritrea War.” 22 Januari 2011. http://www.globalsecurity.org/military/world/war/eritrea.htm . Diakses pada 2 Juni 2012 pukul 20.10 WIB. “Territorial Dispute.” http://en.wikipedia.org/wiki/Territorial_dispute . Di kanal pada 4 Juni 2012 pukul 20.00 WIB. “ UN Authorizes 4200 troops For Ethiopia-Eritrea Peacekeeping Force .” 15 September 2000. http://www.afrol.com/News/eth005_peacekeepers_authorized.htm . Diakses pada 4 Juni 2012 pukul 21.10 WIB. Happy reading and enjoy it :) Sumber https://siti-wulandari.blogspot.com