Skip to main content
Pelajar Koding

follow us

Dance Is The Hidden Language Of The Soul

Sumber Foto: Dance Art Tengah malam itu, kita bersama beberapa sobat lainnya sedang asyik menikmati sajian masing-masing. Seingatku saya sedang memakan sepiring Mie Rebus Aceh Cumi, sedang kau menyantap nasi goreng. Yang lain? Bermacam-macam pesanannya, Roti Cane, Mie Goreng Aceh, dan aneka macam menu khas Aceh lainnya. Aku ingat, saat itu kita belum terlalu dekat. Dekat? Hmmm, hubungan bersahabat macam apa ya, yang kita jalani sekarang ini? Aku tidak tahu, tidak bisa didefinisikan. Terlalu samar-samar. Saat itu, kau ialah orang yang paling tenteram dan paling mampu aku percaya untuk menumpahkan segala macam beban yang ku sendiri entah mampu entah tidak untuk memikulnya. Aku ingat, waktu itu kita duduk bersampingan, sehingga kita bisa berbicara, sedikit berbisik, mencuri waktu untuk saya mengeluarkan keruwetan yang ada dalam fikiran ku, yang cuma bisa (yang cuma ku yakin) untuk berbagi denganmu, masih belum mampu ku bagi dengan yang yang lain, padahal, nyatanya, di situ, kamu adalah orang yang paling gres ku kenal. Saat itu, kau tahu benar, aku sedang dalam gusar, banyak beban dan penat yang menumpuk, terlampau banyak emosi yang ku simpan, namun tidak mampu saya keluarkan. Di sela-sela makan kita, saya bilang sama kamu, "aku merasa punya alter ego." "Alter ego?! Memangnya kamu merasa seperti apa?" tanyanya. "Aku merasa dalam perangaiku yang kini, aku merasa terbatasi, dibatasi, dikungkung, jauh di dalam dasar hatiku, aku ingin bebas, merasakan keleluasaan." "Kamu tahu? Hal-hal aneh apa yang ingin aku lakukan?", "Apa?" tanyamu. "Aku suka, half naked di dalam kamar, aku merasa seksi, bebas, lepas tanpa batas-batas apa pun. Aku ingin menggambar tato kupu-kupu berwarna biru di pinggulku, alasannya adalah aku rasa itu seksi, dan suatu bentuk transformasi, suatu yang jelek rupa menjadi sebuah keindahan. Aku suka menari! Dengan tari aku mampu melepas emosi dan semua rasa yang terpendam dalam jiwa." Semua itu tak pernah kuceritakan (paling tidak secara detail) pada orang lain. Bodohnya, kenapa saya ceritakan itu semua ke kamu? Seorang lelaki yang gres ku kenal beberapa bulan ini?! "No, No, No, No, No, itu bukan alter ego! Itu hanya istilah emosi dan lisan di dalam diri kamu saja" , katanya. "Karena alter ego, jauh lebih, angker" , katamu dengan nada hati-hati. "Alter ego, seperti kita memiliki eksklusif lainnya, yang mampu kita ajak bicara, saat kita memerlukan sosok diri kita lainnya, sosok yang ingin kita ajak bicara, diskusi, menyebarkan pandangan, menetapkan sesuatu. Kamu tak memiliki alter ego, ekspresikan lah emosi dan perasaanmu, jika memang itu perlu," "Menarilah!" Kata-kata yang menjadi penutup perbicangan ku dengannya malam itu. *** (bersambung)
Sumber https://siti-wulandari.blogspot.com

You Might Also Like:

Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar