Menanggapi 2 topik yang berbeda, dgn orang2 yg berlainan,dalam 1 abad waktu, profesionalitas dan percintaan. Oh … Siang hari ini, menjelang sore, dengan suasana yang hambar, sungguh dingin, tak ada kehangatan seperti biasanya. Dalam hari yang sunyi nan sepi, berbagai jenis topik di diskusikan dengan beramai-ramai orang hanya dalam genggaman tangan. Obrolan-obrolan ini sangat bukan obrolan kosong semata, obrolan ini tentang opsi hidup dan prinsip hidup. Pekerjaan, Profesionalitas, Percintaan … Di diskusikan dalam banyak sekali forum yang berlainan dengan orang-orang yang berlainan. Sungguh saya tak tahan untuk tak menuliskannya dalam untaian-untaian kata tak berarti. Seseorang menangis sedu sedan karena tak bisa menentukan opsi hatinya, ingin kembali dalam era kanak-kanak yang lebih indah dan tanpa beban. Tetapi hukum hidup tidak berlangsung demikian. Waktu ialah takdir yang tidak bisa kita lawan. Kecuali kita mengalah pada waktu itu sendiri. Sejatinya kita telah memiliki opsi-opsi logis yang tertata dalam otak kiri kita, namun apa daya dikala logika ini harus berjumpa dengan opsi-opsi yang dibentuk oleh perasaan, feeling dan intuisi? Sesuatu yang kita pun tak mampu membendungnya. Ada pula kicauan perihal pekerjaan dan realita hidup yang memang harus dihadapi oleh para wanita, yang memang hampir berumur seperempat periode. Suatu kenyataan hidup yang memang harus dihadapi di fase ini, bukan lagi perihal rengekan perihal dongeng cinta yang belum remaja. Sungguh saya pun gundah dan dalam kegamangan, aku cuma berupaya menjalani hidup yang singkat ini … Kita memang tak bisa melawan apa yang sedang kita hadapi sekarang, waktu dan takdir terus berlangsung tanpa bisa kita hentikan. Paling tidak, saya bisa menjalani semua itu, dan mampu memilih 1 pilihan dari banyak sekali macam opsi yang sisanya harus kita korbankan. Even, it’s not an easy thing to choose only one in a several options. No matter what, we should live in this life. When we are getting older, getting mature, there is more burden and responsibility that we should face. In the end, choices is in our hand. Sumber https://siti-wulandari.blogspot.com